Daftar Judul KTI Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes RI NAD Tahun 2011 Kelas Reguler

1. TREND MINUM KOPI DI KALANGAN ANAK USIA REMAJA DI KOTA BANDA ACEH TERHADAP TERJADINYA PREVALENSI HIPERTENSI

2. LINGKAR LENGAN ATAS (LLA) DAN ANEMIA SEBAGAI FAKTOR RESIKO BBLR


3. HUBUNGAN KETERSEDIAAN BAHAN PANGAN TINGKAT RUMAH TANGGA TERHADAP TERJADINYA KEP PADA BALITA DI DESA LAMJREUN SELIMUEM, ACEH BESAR

4. HUBUNGAN FAKTOR MENU PASIEN DAN LINGKUNGAN DENGAN KEPUASAN PASIEN RAWAT INAP DI RSU YULIDDIN AWAY, ACEH SELATAN

5. HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEBIASAAN DALAM MENYUSUI DI DESA MESJID LANCOK KECAMATAN BANDAR BARU,

6. HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN, TINGKAT PENDIDIKAN, PENDAPATAN KELUARGA DAN JUMLAH ANGGOTA KELUARGA DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA MATA IE KECAMATAN DARUL IMARAH, PIDIE JAYA

7. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PENDAPATAN KELUARGA IBU TERHADAP PENERAPAN POLA MENU SEIMBANG DI DESA SANGKALAN KECAMATAN SUSOH, PIDIE JAYA

8. HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU TERHDAP TERBENTUKNYA KADARZI DI DESA LUNG TEUNGOH KECAMATAN BANDAR DUA, PIDIE JAYA

9. HUBUNGAN IBU YANG MELAHIRKAN PADA USIA MUDA DENGAN BERAT BADAN LAHIR ANAK DI DESA LAMPASEH KECAMATAN MERDUATI, BANDA ACEH

10. PENGARUH PEMBERIAN JUS MENGKUDU TERHADAP PENURUNAN KADAR GULA DARAH PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI RSU LANGSA

11. DAYA TERIMA PENAMBAHAN MANGGA DALAM PEMBUATAN CAKE MANGGA PADA MASYARAKAT DESA LINGKE KECAMATAN SYAHKUALA, BANDA ACEH

12. PERBEDAAN INDEKS PRESTASI ANAK YANG RUTIN SARAPAN PAGI DENGAN ANAK YANG JARANG SARAPAN PAGI DI SDN 1 LAMPENERUT, KECAMATAN DARUL IMARAH, ACEH BESAR

13. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRESISI DAN AKUTRASI DAN SUMBER KESALAHAN DALAM PENIMBANGAN BERAT BADAN BALITA OLEH KADER POSYANDU

14. PERBANDINGAN SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN RSU FAKINAH BANDA ACEH DAN RSU HARAPAN BUNDA


15. PERBEDAAN STATUS GIZI, TINGKAT KONSUMSI DAN INDEKS PRESTASI MAHASISWA JURUSAN GIZI POLTEKKES KEMENKES RI NAD YANG TINGGAL BERSAMA ORANGTUA DAN YANG TIDAK TINGGAL BERSAMA ORANGTUA

16. PERILAKU KADER POSYANDU TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN DALAM MENYAMPAIKAN 13 PESAN GIZI SEIMBANG DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INDRAPURI

17. PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA TERHADAP TURUNNYA TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RSU MERAXA BANDA ACEH

18. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEGAGALAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF PADA BAYI USIA 0-6 BULAN DI DESA KRUENG SEUMIDEUN KECAMATAN KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR

19. PENGARUH PEMBERIAN JUS PARE TERHADAP PASIEN DIABETES MELITUS DI RSU ZAINAL ABIDIN KOTA BANDA ACEH

20. PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU NIFAS TERHADAP KEBUTUHAN GIZI PADA MASA NIFAS DI DESA KAMPONG KEURAMAT KECAMATAN KUTA ALAM KOTA BANDA ACEH

21. DAYA TERIMA KETELA SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN TIMPHAN

22. PERBEDAAN STATUS GIZI PADA BAYI YANG DIBERI ASI EKSLUSIF DENGAN BAYI TIDAK ASI EKSLUSIF DI DESA RAYA KECAMATAN TRIENGGADENG KABUPATEN PIDIE JAYA

23. PERBEDAAN ASUPAN PROTEIN PADA ANAK PNS DENGAN NELAYAN DI DESA GRONG-GRONG KECAMATAN ULIM KABUPATEN ACEH JAYA

24. HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN PADA BALITA DI DESA NUNANG ANTARA KECAMATAN BEBESAN KABUPATEN ACEH TENGAH

25. HUBUNGAN ASUPAN NATRIUM DARI MAKANAN DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI KECAMATAN KUTA BARO KABUPATEN ACEH BESAR

26. PENGARUH KARAKTERISTIK IBU, PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI KELUARGA TERHADAP MAKANAN JAJANAN ECERAN YANG MENGANDUNG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BMT) BUATAN DI DESA GEUCE INEM BANDA ACEH

27. HUBUNGAN KARAKTERISTIK IBU DAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEBUTUHAN GIZI ANAK SEKOLAH DI DESA ATEUK JAWO KECAMATAN BAITURRAHMAN BANDA ACEH

28. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BATOH DI KOTA BANDA ACEH

Kebanyakan Orangtua di Aceh masih berfikiran kerdil

Siapa yang tidak ingin kuliah di luar Aceh? Mencari udara segar, mencari pengalaman dan yang pasti menjadi lebih bangga. Namun keinginan itu terputus karena cara berfikir orangtua masih kerdil. Berbagai alasan memang seperti takut anaknya sendiri di daerah orang, anaknya belum mandiri, takut terpengaruh budaya luar, membutuhkan banyak biaya dan yang lebih parahnya tidak percaya pada anaknya. Cobalah untuk merubah pola fikir, jangan jadikan mengizinkan anak kuliah di luar aceh menjadi momok yang menakutkan. Bukankah anda juga yang merasa bangga jika ada yang bertanya dimana anak anda kuliah dan anda menjawabnya dengan mantap banwa anak anda kuliah di UI misalnya dibandingkan dengan jawaban anda bahwa anak anda kuliah di aceh. Berilah kesempatan kepada anak, percayai mereka dan jangan terlalu mikirkan biaya. Tak ada yang warisan yang bersifat kekal dari orang tua selain ilmu. Harta hanya akan membuat anak-anak anda saling cekcok. Oleh karena itu sekolahkan anda sampai ke jenjang lebih tinggi bahkan kalau perlu sampai ke luar negeri

Terima kasih ayah, ibu atas kepercayaan mu

Dimana Kantor PERSAGI Aceh?

PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) adalah organisasi yang menyatukan seluruh tenaga gizi di indonesia. Keren sih kedengarannya kalau menjadi anggota PERSAGI. Tapi heran, PERSAGI Aceh tidak pernah melakukan ‘gebrakan’ yang mampu menyorot mata seluruh masyarakat aceh ataupun masyarakat luar provinsi. PERSAGI Aceh melempem. Padahal kasus gizi buruk di Aceh masih banyak. Bahkan Aceh masuk dalam deretan sepuluh provinsi yang berstatus kesehatan buruk. Tragis!!
Yang menjadi lelucon konyol adalah dimanakah kantor PERSAGI Aceh? Masak sudah sekian lama berdiri tidak ada tempat untuk ‘duduk’. Dari sini saja sudah mencerminkan bagaimana rupa PERSAGI Aceh. Jadi tak heran rakyat Aceh banyak masalah gizi.

Kuliah D3 Gizi, Mati Karir??

Jurusan ilmu gizi hanya ada satu-satunya di Aceh yaitu di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Suatu kebanggaan memang, karna hanya satu-satunya. Belajar tentang penatalaksanaan diet berbagai penyakit, kebutuhan gizi dalam daur kehidupan, penilaian status gizi masyarakat maupun status gizi individu. Menarik. Tapi setelah di tilik lebih dalam ada awan hitam yang menyelimuti hati. Sekarang zaman sudah semakin maju termasuk dalam bidang pendidikan. Satu persatu gelar mulai tersingkir. Dimana-mana yang dibutuhkan sekarang minimal tamatan sarjana (S1). Hanya Di aceh saja diploma kesehatan masih banyak dibutuhkan. Bagi yang berfikiran maju, sudah pasti tidak mau  hanya menyandang gelar ahli madya (diploma). Hasrat ingin melanjutkan kuliah ke jenjang lebih tinggi pasti ada. Pasalnya, tidak semua universitas menerima tamatan diploma tiga (D-III) Gizi untuk melanjutkan sarjana (S1) gizi di universitas mereka. UGM (Universitas Gajah Mada, Yogyakarta) misalnya, sudah dua tahun belakangan ini tidak menerima mahasiswa tamatan diploma tiga (D-III) untuk menyambung jurusan ilmu gizi (S1) di universitas mereka, mereka hanya mau menerima tamatan SMA, begitu juga dengan UI (Universitas Indonesia, Jakarta).Politeknik kesehatan Aceh memang sudah membuka program D-IV Gizi sehingga tamatan D-III nantinya bisa melanjutkan kuliah kejenjang lebih tinggi, antara D-IV dengan S1 memang tak banyak perbedaannya tapi jika ada niat ingin melanjutkan S2 sebaiknya dibuang jauh-jauh, karena sekarang ini tamatan D-IV tidak bisa melanjutkan S2. Masuk FKM? Sekarang FKM tidak lagi menerima mahasiswa tamatan D-III, sama seperti UI dan UGM yaitu hanya menerima lulusan SMA. Tragis Bukan?? Kalau tahu begini, kenapa masuk D-III Gizi? Yah sudah kepala tanggung, mau keluar? rugi duit dan umur, setelah tamat? tidak tahu melanjutkan kemana. Undip (Universitas Diponegoro, Jawa Tengah) masih menerima tamatan D-III untuk menyambung S1 ilmu Gizi di universitas mereka melalui jalur ekstensi. Untuk mendapatkan S1 hanya perlu kuliah 3 semester lagi. Tapi, kocek yang dirogoh selama 1,5 tahun itu sangat lumayan. Uang ADM pertama masuk kuliah saja bisa habis 32 juta dan itu belum masuk SPP. Yah tak ada yang mengejutkan lagi, biaya pendidikan memang mahal sehingga tak salah orang miskin dilarang pintar. Tak perlu dikwatirkan, kebanyakan orang tua di Aceh masih berfikiran kerdil. Anak dilarang kuliah jauh-jauh.  Jadi duit 32 juta itu takkan habis. Bisa dikatakan masa depan kami (mahasiswa D-III Gizi) tidak tahu dibawa kemana. Hanya menunggu disingkarkan oleh arus globalisasi.